Rabu, 26 Mei 2010

Studi Penguatan Kapasitas Klaster UKM di Republik Indonesia

Kirim Ke Saya

BEBERAPA REKOMENDASI

Berdasarkan tinjauan ulang status UKM-UKM dan klaster UKM di Indonesia, dan juga satu tahun operasi di tiga klaster percontohan dan studi tentang strategi-strategi penguatan kapasitas klaster UKM, beberapa rekomendasi yang berikut disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan:

1) Dengan 10 contoh klaster sebagai klaster UKM, Studi ini difokuskan pada bagaimana cara meningkatkan kapasitas 9,800 sentra / klaster yang melibatkan sekitar 475,000 usaha kecil dan usaha rumah tangga (sekitar 17% dari total usaha kecil dan usaha rumah tangga nasional yang didirikan). Ada sedikit prosentase UKM-UKM yang aktif dalam klaster. Kebanyakan UKM-UKM dalam klaster yang beroperasi bersifat tradisional, terlepas dari perubahan-perubahan pasar. Dengan menurunnya tingkat persaingan produk-produk mereka dalam pasar, maka mereka berada dalam kondisi kritis untuk bersaing. Untuk pengembangan ekonomi nasional, disamping juga stabilitas sosial negara, maka sangat dibutuhkan tindakan-tindakan yang sesuai untuk penguatan kapasitas klaster UKM dan menghidupkan kembali UKM-UKM dalam klaster diseluruh negeri.

2) Kebanyakan UKM-UKM dalam klaster mengoperasikan bisnis mereka secara bebas walaupun secara geografis mereka terpusatkan. Sekalipun dibentuk berberapa koperasi, kecilnya kerjasama dalam produksi dan pemasaran diamati diantara UKM-UKM dalam klaster (dalam hal kegiatan-kegiatan produksi homogen dan heterogen). Kebanyakan pemasaran dipraktekkan melalui para perantara, permintaan-permintaan pasar tidak diinformasikan kepada UKMUKM dalam klaster. Oleh karenanya direkomendasikan agar fungsi-fungsi koperasi ditinjau dari sudut pandang pengelompokan dan agar suatu strategi baru diperkenalkan dalam rangka mempromosikan kegiatan-kegiatan kerjasama dan pertalian dalam klaster UKM. 3) Berbagai model untuk pengelompokan telah dikembangkan, termasuk model berlian Michael Porter (1990).

Melalui pengoperasian tiga klaster percontohan selama Studi ini, ditemukan bahwa “modal sosial” adalah kondisi tambahan bagi model Porter (yakni, kondisi permintaan, kondisi yang dipersyaratkan, industri terkait/penunjang, dan strategi/struktur perusahaan dan persaingan). Modal sosial akan melibatkan “pembangunan kepercayaan”, “ikatan internal”, “jejaring sosial/mayarakat” dan “keinginan besar”. Agar klaster UKM-UKM berada dalam klaster dinamis, maka pembentukan dan konsolidasi modal sosial penting sekali bagi Indonesia. Oleh karena itu program-program penguatan klaster hendaknya menjadi perhatian paling utama dalam konsolidasi modal sosial pada klaster UKM.

4) Untuk pembentukan dan konsolidasi modal sosial, pendekatan dari bawah-keatas atau pendekatan partisipasi akan digunakan, karena pendekatan dari ataskebawah sulit dilakukan dalam merubah pola pikir UKM-UKM dalam klaster. Motivasi untuk berubah hendaknya diciptakan oleh mereka sendiri. Hendaknya diketahui juga bahwa dibutuhkan waktu agar berhasil mempergunakan pendekatan dari bawah-ke atas dan menetapkan target minat yang sama diantara UKM-UKM dalam klaster.

5) Koperasi telah dibentuk pada kebanyakan klaster walaupun ada anggota dan bukan anggota UKM-UKM dalam klaster. Pengoperasian-pengoperasian tiga klaster percontohan dimaksudkan, pada tahap awal, untuk memotivasi dan mengerahkan sebanyak mungkin anggota-anggota koperasi. Namun demikian, kesulitan dalam mengerahkan anggota-anggota yang tidak memiliki keinginan untuk perbaikan. Jika UKM-UKM dalam klaster, apakah anggota-anggota koperasi atau bukan, memiliki “keinginan besar” untuk melangkah maju, maka mereka dapat diklasifikasikan menjadi ”UKM-UKM yang berpotensi aktif”. Dengan terbatasnya sumber daya yang ada, maka direkomendasikan agar UKMUKM dalam klaster yang memiliki keinginan atau keinginan besar untuk memperbaiki diri diikutkan secara selektif dalam penguatan kapasitas. Pendekatan selektif ini harus di konfirmasikan oleh Menegkop-UKM dan pihakpihak yang berkepentingan lainnya.UKM-UKM dalam klaster yang tidak memiliki keinginan atau keinginan besar

hendaknya diikutkan secara terpisah kedalam pelatihan ulang/pendidikan untuk maksud sebuah perubahan paradigma.
6) Secara umum diamati bahwa kegiatan-kegiatan koperasi telah menekankan kerjasama diantara UKM-UKM dan menyisihkan persaingan. UKM-UKM dalam klaster sudah dibuat tidak sadar akan adanya persaingan dan para pesaing dan perubahan dalam pasar. Klaster genteng keramik di Kebumen, sebagai contoh, dikejutkan oleh adanya pesaing (Jatiwangi) dan dimotivasi untuk membentuk suatu konsorsium klaster. Direkomendasikan agar prinsip “3K” (Kompetisi Kerjasama dan Konklastersi) di diterapkan sebagai sebuah strategi dasar untuk meningkatkan kapasitas klaster UKM.

7) Suatu persaingan yang adil tidak dapat dicapai kecuali informasi disebarkan merata kepada UKM-UKM dan klaster. Pada kenyataannya rasa tidak percaya telah tercipta diantara UKM-UKM dalam klaster dikarenakan penyebaran informasi yang tidak merata. Oleh sebab itu direkomendasikan agar sistem informasi terbuka ditetapkan untuk menjamin strategi 3K dalam penguatan kapasitas klaster UKM. Direkomendasikan juga agar sistem pengiriman layanan yang digerakkan oleh permintaan disusun tidak hanya untuk pembagian informasi tapi juga untuk layanan pengembangan bisnis.

8) Kebanyakan UKM-UKM dalam klaster terlibat dalam industri-industri padat karya. Konsekwensinya, perbaikan teknologi sangat penting sekali dalam penguatan kapasitas. Sementara BDS yang biasa memberikan perhatiannya kepada masalah-masalah pemasaran dan manajemen, maka BDS untuk UKM dalam klaster dibimbing untuk menyediakan lebih banyak saran teknis dan manajemen produksi yang didasarkan pada perbaikan teknik. Kalau sekiranya penyedia BDS atau fasilitator klaster kurang mampu membimbing klaster UKM dalam aspek teknis, maka beberapa lembaga-lembaga spesialis teknis hendaknya dikerahkan dengan berkonsultasi dengan pihak penguasa lokal dan universitas.

9) UKM-UKM aktif dapat diikutkan oleh para penyedia BDS tetapi UKM-UKM yang berpotensi aktif dalam klaster ditemui sangat sulit

untuk diikutkan hanya oleh sektor swasta. UKM-UKM dalam klaster masih memerlukan dukungan publik dalam mengamankan informasi, perbaikan teknik, dan beberapa pelatihan. Dukungan akademik juga diperlukan untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan masalah teknis dan manajemen. Oleh sebab itu direkomendasikan agar Kemitraan-Publik-Akademi-Swasta (PPAP) di persiapkan dalam rangka meningkatkan kapasitas klaster UKM.

10) Penguatan kapasitas melalui PAPP tidak dapat mengikutkan semua klaster UKM secara ekstensif. Ditinjau dari segi ekonomi sekarang di Indonesia dan terbatasnya sumber-sumber yang tersedia, maka prioritas akan diberikan pada klaster UKM yang berbasis ekspor dan pertalian mereka dengan UKM-UKM dalam klaster yang terkait. Dianjurkan agar sebuah konsensus dicapai dalam target prioritas penguatan klaster.

11) Penguatan klaster melibatkan banyak pihak-pihak yang berkepentingan, misalnya, pemerintah pusat dan daerah, agen-agen publik, lingkungan akademis, institusi swasta dan kesatuannya. Untuk mengkoordinasikan pihak-pihak yang berkepentingan, maka direkomendasikan agar forum propinsi/lokal di bentuk sejalan dengan kebijakan deklasterlisasi dan strategi PAPP. Satu kasus Forum Propinsi yang dibentuk di Jawa Tengah hendaknya dievaluasi lebih lanjut untuk menetapkan sistem manajemen forum yang diusulkan. Ketika forum-forum propinsi/lokal di mulai, maka diusulkan untuk mengevaluasi kebutuhan dan kesinambungan forum atau komite nasional yang akan dibentuk untuk maksud koordinasi dan promosi penguatan klaster pada tingkat nasional. Oleh sebab itu direkomendasikan agar studi lebih lanjut dilaksanakan dalam rangka merumuskan Forum Klaster.

12) Berdasarkan 10 contoh klaster, Studi telah memberikan sedikit perhatian pada promosi jejaring/hubungan regional diluar klaster. Untuk membuat pendekatan klaster lebih efektif, maka keinginan agar penguatan kapasitas tidak terbatas pada klaster UKM spesifik tetapi diperluas dengan tujuan mempromosikan pertaliannya dengan UKM-UKM diluar klaster. Terutama sekali ia dapat diterapkan pada

sedikit prosentase UKM-UKM yang aktif yang akan menjadi dinamis dengan pertalian yang diperluas tersebut. Oleh karenanya direkomendasikan agar pertalian tersebut dan pengelompokan di promosikan dalam lingkup yang luas dibawah manajemen forum diusulkan pada tingkat propinsi dan lokal.

13) Forum propinsi hendaknya mempromosikan secara selektif penguatan kapasitas klaster UKM. Prioritasnya mungkin dapat disesuaikan pada klaster berorientasi ekspor, seperti dibahas sebelumnya, dan UKM-UKM dalam klaster yang mampu berubah menjadi klaster yang dinamis dipandang dari sudut kondisi-konsidi pasar. Oleh sebab itu direkomendasikan agar sebuah usaha yang berkembang (seperti didefinisikan oleh model klaster dinamis Best) dihubungkan secara lebih efektif dengan usaha berkembang lainnya yang ada diluar klaster dibandingkan dengan usaha dalam klaster sehingga modal sosial terkonsolidasikan dalam klaster UKM yang demikian ini.

14) Bagaimana memotivasi UKM-UKM dalam klaster adalah masalah yang paling penting dalam penguatan kapasitas klaster UKM. Pengoperasian tiga klaster percontohan dibawah Studi telah menampakkan bahwa memiliki sebuah fasilitator klaster untuk setiap klaster UKM tidak bisa dihindari. Dengan kerja sama dengan akhli dari JICA dan tenaga ahli lokal sebagai Fasilitator Klaster, maka klaster genteng keramik di Kebumen dan klaster mebel di Klaten menjadi tahu bahwa tanpa adanya daya saing untuk bekerja secara mandiri dan kelompok kerjasama yang terbentuk secara sukarela dalam klaster yang berbeda dari koperasi yang dibina dari atas-bawah. Oleh karena itu direkomendasikan agar Fasilitator-Fasilitator Klaster ditunjuk pada klaster potensial dan memotivasi UKM-UKM dalam klaster untuk maju kedepan.

15) Sejak 2001, Menegkop-UKM sudah mempromosikan BDS pada klaster (pada prinsipnya satu klaster dalam setiap perwakilan). Walaupun masih terlalu dini untuk mengevaluasi hasil dari BDS dalam klaster bentukan Menegkop-UKM, maka ditemukan bahwa

kapasitas para penyedia UKM hendaknya lebih ditingkatkan agar dapat secara effektif memfasilitasikan sosialisasi, inovasi teknologi, pemasaran dan manajemen pada UKM-UKM dalam klaster. Oleh sebab itu direkomendasikan agar program Menegkop-UKM ditingkatkan lebih lanjut untuk membangun kapasitas dari para penyedia layanan dan meminta mereka bertindak sebagai Fasilitator-Fasilitator Klaster. Asosiasi BDS yang terbentuk akhir-akhir ini dan LPM universitas hendaknya dipacu juga untuk bekerjasama dalam membangun kapasitas Fasilitator-Fasilitator Klaster.

16) Pengoperasian klaster percontohan telah mendukung bahwasanya pengelompokan merupakan proses pembelajaran. Meskipun Studi ini telah menyusun Pedoman bagi Fasilitator Klaster, namun direkomendasikan agar Pedoman tersebut diperbaiki dengan menggabungkan pengalaman yang terakumulasi oleh para penyedia BDS dan para pihak yang berkepentingan lainnya yang terkait dengan penguatan setra. Diharapkan agar Pedoman JICA dijadikan sebagai edisi pertama dalam konteks ini.

17) Meskipun pengoperasian proyek percontohan JICA pada tiga klaster, banyak pelajaran yang telah didapat sebagaimana dilaporkan dalam Laporan Proyek Percontohan. Pelajaran-pelajaran ini bersama-bersama dengan pelajaran yang dipelajari dari program BDS Menegkop-UKM, hendaknya dijadikan rujukan dalam mempromosikan penguatan kapasitas klaster UKM. Direkomendasikan agar sejauh mungkin JICA dan tenaga ahli lokal menyebarkan pelajaran-pelajaran ini kepada Fasilitator Klaster dan UKM-UKM dalam klaster. Penyebaran lokakarya pelatihan 3 hari yang diselenggarakan oleh JICA di akhir Studi ini nampaknya terlalu singkat untuk menyebarkan dan melatih Fasilitator Klaster.

18) Pengoperasian percontohan JICA di tiga klaster telah memicu UKM-UKM untuk menyusun suatu visi 10 tahunan dan rencana jangka menengah 3 tahunan dengan program satu tahunan. Program tindakan ini telah dihadiri oleh ahli-ahli JICA dan klaster yang termotivasi dengan baik. Sebagaimana dianjurkan oleh Prof.Schmitz (lihat Laporan Proyek Percontohan), direkomendasikan

agar pengoperasian klaster percontohan ini dipantau dan dievaluasi secara berkala dan agar nasehat-nasehat yang diperlukan diperluas paling tidak selama periode rencana jangka menengah tiga tahunan.

19) Pengoperasian klaster percontohan JICA mengungkapkan bahwasanya programprogram penguatan pendidikan diperlukan dalam penguatan kapasitas klaster UKM. Misalnya, sejumlah besar UKM-UKM dalam klaster tidak diperlengkapi pengetahuan dasar akuntansi dan gambar teknik, disamping semangat kewirausahaan. Untuk tujuan pembangunan kapasitas klaster UKM, langkahlangkah yang tepat hendaknya diambil untuk meningkatkan beberapa program pendidikan untuk memenuhi persyaratan industri berorientasikan pasar. Oleh karenanya direkomendasikan agar Depperindag dan Menegkop-UKM membahas dengan Menteri Pendidikan dan mengambil langkah-langkah yang tepat dalam pendidikan dasar ini.

20) Kebanyakan klaster UKM berpengaruh sedikit pada lingkungan dibandingkan dengan industri tipe produksi-massal. Namun demikian, perhatian yang terpenting hendaknya diambil untuk memindahkan pengaruh-pengaruh lingkungan dalam mempromosikan penguatan klaster UKM. Misalnya, hendaknya penanaman kayu jati di pedesaan di klaster perabotan Klaten dipacu, dan teknologi hemat sumberdaya harus ditingkatkan. Karena kebanyakan sentaklaster UKM dibangun di daerah disekitar daerah perkotaan, maka penting diperhatikan untuk mencegah polusi di dalam klaster. Direkomendasikan agar masyarakat ramah lingkungan dan siklis ditumbuhkan dalam komunitas dimana klaster UKM berada.

21) Dengan adanya reformasi di sektor perbankan, maka Bank Indonesia dan bankbank swasta memberikan lebih perhatian kepada sektor UKM. Karena penguatan kapasitas klaster UKM memerlukan dukungan keuangan, maka diharapkan agar sektor perbankan lebih aktif terlibat dalam program penguatan klaster. Bank-bank bisa diundang ke Forum Klaster yang diusulkan dan didorong untuk mengikat hubungan dengan Fasilitator Klaster untuk dapat

menyalurkan pinjaman kepada UKM-UKM yang berpotensi aktif yang ada di dalam klaster. Direkomendasikan agar suatu hubungan yang erat dipertahankan dengan bankbank dalam penguatan kapasitas klaster UKM.

22) Perusahaan-perusahaan besar akan mendukung UKM-UKM sebagai suatu pengembalian kepada masyarakat (seperti kasus KKB dibawah ASTRA). Diinginkan, program-program perusahaan besar yang demikian diintegrasikan dengan membentuk suatu Yayasan Klaster. Yayasan tersebut, jika terbentuk, dapat lebih efektif mendukung UKM-UKM dalam klaster melalui Forum Klaster dan Fasilitator Klaster. Direkomendasikan agar ide yang demikian dibahas diantara perusahan-perusahan besar/menengah dan menteri terkait.

23) JICA akan mengusulkan 12 Program Tindakan sebagaimana disajikan dalam Bab 5. Untuk masing-masing program, perlu dibentuk suatu kerangka kerja kelembagaan untuk pelaksanaannya. Direkomendasikan agar EKUIN, Depperindag, Menegkop-UKM mengambil inisiatif untuk membentuk satuan tugas dan menominasikan lembaga yang bertanggung jawab dalam setiap Program Tindakan. Tindakan-tindakan yang direkomendasikan hendaknya diambil sesegera mungkin mengingat mereka dibutuhkan oleh klaster UKM.

24) Meskipun Studi ini telah dilaksanakan untuk mengaktifkan klaster UKM menjadikan mereka dinamis, namun nampak layak bahwa teori klaster diterapkan pada kegiatan industri lain seperti pertanian, perdagangan, dan industri jasa lainnya. Misalnya, suatu pusat produksi dapat dirumuskan dan ditingkatkan dengan cara pengelompokan (clustering) tanpa memandang apakah itu pertanian, pemrosesan pertanian, atau industri-industri jasa. Koperasi pertanian bisa juga ditingkatkan dengan cara pendekatan klaster dan/atau rantai nilai. Direkomendasikan agar penerapan pengelompokan dipelajari dengan lebih luas untuk mempercepat pembangunan perekonomian dan sosial di Indonesia.

DAFTAR ISI


hal
DAFTAR TABEL 
DAFTAR GAMBAR 
SINGKATAN-SINGKATAN 
BAB 1 PENDAHULUAN 
1.1 LATAR BELAKANG1-1
1.2 SASARAN STUDI DAN PELAKSANAANNYA1-2
----(1) Sasaran Studi1-2
----(2) Kerangka Kerja Studi1-3
1.3 WACANA TENTANG KLASTER1-5
----(1) Definisi Klaster1-5
----(2) Pendekatan Penguatan Klaster1-6
----(3) Klaster Dinamis1-8
BAB 2 GAMBARAN TENTANG SEKTOR UKM DAN KLASTER 
2.1 UKM DAN KLASTER UKM2-1
----(1) Kinerja Ekonomi2-1
----(2) Penyebaran Regional2-6
----(3) Struktur Manufaktur2-11

----(4) Aspek-aspek Keuangan2-13
----(5) Kendala Utama Klaster 2-15
2.2 TINJAUAN ULANG TENTANG KEBIJAKAN DAN 
PROGRAM-PROGRAM2-17
----(1) Kebijakan-kebijakan Lama Tentang UKM2-17
----(2) Propenas (Program Pembangunan Nasional) 2-18
----(3) Rencana Tindakan Jangka Menengah bagi Pengembangan UKM (2002-2004)2-20
----(4) Program-program Pengembangan Klaster UKM Sebelumnya2-20
----(5) Observasi-observasi2-22
2.3 PARA PIHAK BERKEPENTINGAN YANG TERKAIT2-23
---(1) Para Pembuat Kebijakan2-24
---(2) Para Pelaksana2-25
---(3) Para Pendukung2-27
BAB 3 PROYEK PERCONTOHAN 
3.1 SASARAN-SASARAN PROYEK PERCONTOHAN3-1
3.2 PEMILIHAN LOKASI PROYEK PERCONTOHAN3-2
3.3 KERANGKA KERJA PROYEK-PROYEK PERCONTOHAN3-6
---(1) Tahapan-tahapan Operasional 3-6
---(2) Struktur Operasional3-7
---(3) Pemantauan dan Evaluasi 3-8


3.4 SKEMA PROYEK PERCONTOHAN3-9
3.5 EVALUASI PROYEK PERCONTOHAN.3-12
---(1) Evaluasi Hasil-hasil Berdasarkan Faktor Penentu.3-12
---(2) Pelajaran-pelajaran Penting yang diperoleh dari Beroperasinya Proyek Percontohan3-17
---(3) Pendekatan Penguatan Klaster dalam Konteks Indonesia3-19
BAB 4 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGUATAN KAPASITAS KLASTER UKM 
4.1 SASARAN-SASARAN PENGUATAN KLASTER UKM4-1
4.2 KEBIJAKAN-KEBIJAKAN DASAR4-6
4.3 STRATEGI-STRATEGI DASAR4-9
---(1) Syarat Permintaan4-9
---(2) Faktor-Faktor yang Dipersyaratkan4-10
---(3) Strategi, Persaingan dan Struktur Perusahaan4-14
---(4) Industri-Industri Pendukung dan Terkait4-15
---(5) Modal Sosial 4-17
4.4 IMPLIKASI-IMPLIKASI STRATEGI PADA PENGUATAN KLASTER4-19
---(1) Identifikasi Klaster / UKM yang Berpotensi4-19
---(2) Perkembangan Benih-benih Pertumbuhan dan Kewirausahaan4-22
---(3) Penguatan Modal Sosial.4-26
---(4) Fasilitator Klaster4-30

---(5) Penguatan UKM Teregionalisasikan4-32
4.5 IMPLIKASI-IMPLIKASI STRATEGI PADA PENGUATAN KLASTER DAN UKM4-34
---(1) Pengelolaan Informasi.4-34
---(2) Layanan-layanan Perantara 4-37
---(3) Layanan Satu Atap 4-41
4.6 ALOKASI SUMBERDAYA EFEKTIF4-42
BAB 5 PROGRAM-PROGRAM TINDAKAN 
5.1 PENETAPAN UMUM5-1
5.2 PROGRAM-PROGRAM TINDAKAN UNTUK PENGUATAN KLASTER5-3
---(1) Pembentukan dan Penguatan Kapasitas Forum Klaster Propinsi5-3
---(2) Pembentukan Forum Klaster Kabupaten5-5
---(3) Pembangunan Kapasitas Fasilitator Klaster5-6
---(4) Penguatan Modal Sosial dalam Klaster UKM 5-9
---(5) Penguatan Kewirausahaan dalam Klaster5-11
5.3 PROGRAM-PROGRAM TINDAKAN KLASTER DAN PENGUATAN UKM-UKM.5-15
---(1) Direktori Manufaktur5-16
---(2) Sistem Informasi Terbuka5-16
---(3) Pembangunan Kapasitas Pusat Pengembangan UKM-UKM (CD-SME)5-18
---(4) Penguatan BDS untuk Intermediasi Keuangan5-19
---(5) Studi tentang Skema Renovasi Permesinan5-23

---(6) Pelajaran-pelajaran Gambar Teknik di SMU5-24
---(7) Kursus-kursus Pelatihan Jangka Pendek 5-25
BAB 6 BEBERAPA REKOMMENDASI 
TAMBAHAN 
1. Anggota Panitia Pengarah 
2. Anggota Tim Studi 
3. Daftar Dokumen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berita Agroindustri

Kemasan Cerdas dengan Sensor Kebusukan Fillet Ikan. Mahasiswa bernama lengkap Yogi Waldingga Hasnedi berhasil membuat kemasan cerdas pendeteksi kebusukan fillet ikan. Ia memulai penelitiannya karena melihat bahwa penilaian kesegaran ikan yang dilakukan masyarakat sampai saat ini masih menggunakan indra dengan faktor yang diamati berupa penampakan (diamati pada mata, kulit, dan insang), tekstur, bau, dan warna. Sejalan dengan kemajuan teknik kemasan, berbagai penilaian tingkat kesegaran ikan saat ini telah mengarah pada produk kemasan yang terintegrasi antara nilai kemasan tersebut dengan tingkat kesegaran ikan itu sendiri...Selengkapnya

Tips Trik Menulis Skripsi