Selasa, 08 Juni 2010

Bahan Tambahan Makanan (BTM)

Bahan Tambahan Makanan (BTM) Adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam makanan selama produksi, pengolahan, pengemasan atau penyimpanan untuk tujuan tertentu.
Di Amerika Serikat, bahan tambahan makanan diartikan sebagai setiap bahan yang ditambahkan ke dalam makanan.

Sedangkan menurut Codex Alimentarius, BTM didefinisikan sebagai bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, dapat bernilai gizi atau tidak bernilai gizi, ditambahkan ke dalam makanan dengan sengaja untuk membantu teknik pengolahan makanan (termasuk organoleptik) baik dalam proses pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan produk makanan olahan, agar menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Jadi kontaminan atau bahan-bahan Iain yang ditambahkan ke dalam makanan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu gizi bukan merupakan bahan tambahan makanan.

Departemen Kesehatan RI berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 722-Menkes/Per/IX/S8 mendefinisikan bahan tambahan makanan seperti yang disusun oleh komisi Codex Alimentarius. Sedangkan Canada (The Canadian Food and Drug Regulations) mengartikan BTM sehagai setiap bahan, termasuk sumber radiasi apapun, yang penggunaannya dalam makanan diharapkan menghasilkan atau mempengaruhi karakteristik makanan tersebut. Jadi Canada mengijinkan penggunaan sinar radiasi sebagai bahan pengawet makanan, dengan kata lain menggolongkan sinar radiasi sebagai bahan tambahan makanan.

Bahan-bahan yang mengandung nilai gizi seperti garam, gula, dan pati tidak dianggap sebagai bahan tambahan makanan, sebab masing-masing digunakan, dikenal atau biasa dijual sebagai bahan makanan, jadi bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam golongan GRAS (Generaly Recognized As Safe).


Sumber: Winarno, F.G. dan Titi Sulistyowati Rahayu, Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994. hal. 21-22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berita Agroindustri

Kemasan Cerdas dengan Sensor Kebusukan Fillet Ikan. Mahasiswa bernama lengkap Yogi Waldingga Hasnedi berhasil membuat kemasan cerdas pendeteksi kebusukan fillet ikan. Ia memulai penelitiannya karena melihat bahwa penilaian kesegaran ikan yang dilakukan masyarakat sampai saat ini masih menggunakan indra dengan faktor yang diamati berupa penampakan (diamati pada mata, kulit, dan insang), tekstur, bau, dan warna. Sejalan dengan kemajuan teknik kemasan, berbagai penilaian tingkat kesegaran ikan saat ini telah mengarah pada produk kemasan yang terintegrasi antara nilai kemasan tersebut dengan tingkat kesegaran ikan itu sendiri...Selengkapnya

Tips Trik Menulis Skripsi